Kalangan Milenial adalah kelompok yang rentan dengan radikalisme. Itu sebab mereka dekat dengan media sosial dan internet. Karakter yang dimiliki Milenial sebagai generasi yang "maunya instan" juga membuat mereka mudah terpapar radikalisme melalui klaster media sosial. Oleh demikian diperlukan kerja-kerja kontra radikalisme dan penangkalan radikalisme agar tidak merembet ke generasi-generasi Milenial secara terus menerus.
Merespon hal ini, Gus Chasan Albab, Sekjen FKMTHI masa bakti 2013-2015 memberikan langkah untuk mencegah paham radikal di kalangan Milenial. Menurut Gus Chasan, radikalisme muncul sebab dua hal. Pertama, karena pemahaman agama yang dangkal. Orang-orang yang terpapar radikalisme secara umum hanya memahami Al-Quran melalui terjemah dan enggan menguasai keilmuan tafsirnya secara matang. Mereka memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara rigid, tanpa mempertimbangkan keilmuan dan konteks, yang berujung pada tindakan kekerasan dan radikalisme bahkan terorisme.
Oleh demikian peran Mahasiswa Tafsir Hadis sebagai organisasi yang memiliki legitimasi untuk memberikan pemahaman Al-Quran yang moderat sangat diperlukan. Anak-anak tafsir dan hadis harus turun gunung menemani Milenial dalam mencari pemahaman agama yang moderat. Jangan sampai mereka dibiarkan dalam kekerasan pemahaman agama yang dapat berujung pada radikalisme dan terorisme.
Hal penting kedua, yang perlu digerakkan untuk menangkal radikalisme di generasi Milenial adalah optimalisasi tekhnologi informasi baik di kampus, sekolah maupun di pesantren. Ini untuk mengimbangi kelompok-kelompok radikal yang terus mengggencarkan pemahaman radikalnya melalui media-media sosial secara intens. Kelompok moderat termasuk harus menggalakkan peran media sosial dalam memberikan pemahaman agama yang moderat kepada kaum Milenial.
Gus Albab yang merupakan lulusan IAIN Kudus ini juga mengatakan bahwa gerakan radikalisme yang menyasar kelompok Milenial dapat dikatakan sebagai gerakan neo Khawarij, yaitu kelompok yang enggan mau menerima pendapat orang lain di luar pemahamannya. Mereka bahkan siap membunuh siapapun yang tidak mau satu aliran dan atau pemikiran. Kacaunya, mereka kadang menggunakan simbol agama untuk aksi terornya itu. Sehingga kerapkali agama diposisikan sebagai dalil kekerasan bagi kelompoknya.
Maka menurut Gus Chasan, cara menangkal radikalisme di kalangan Milenial adalah menguatkan dua poros yang sudah dijelaskan di atas, yaitu pemahaman agama yang mumpuni dan menggiatkan media sosial lebih intens lagi. Dua hal ini akan menjadi jalan untuk meretas penularan virus radikalisme yang berbahaya bagi masa depan Milenial dan bangsa Indonesia []
FKMTHI Nasional