Choose Your Color

Informasi

Berita

Marhaban ya Ramadhan: Menakrif Makna Puasa Perspektif Bahasa

Marhaban ya Ramadhan: Menakrif Makna Puasa Perspektif Bahasa

  • 2022-04-03 18:22:09
  • Administrator
  • Berita

Oleh: Paramita

Tak terasa kita berjumpa lagi dengan bulan mulia, bulan suci Ramadhan. Sering kita melihat baik di jalan-jalan, surau-surau, masjid-masjid bahkan di media sosial suatu redaksi "Marhaban ya Ramadhan" sebagai bukti antusias masyarakat muslim dalam menyambut bulan Ramadhan.

Dalam bulan ini banyak sekali keutamaannya, salah satuya bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya al-Qur’an, serta kemuliaan malam Lailatul Qadar.

Marhaban terambil dari kata rahb yang setidaknya memiliki tiga arti. Yakni yang pertama menyambut, yang kedua lapang atau luas, dan yang ketiga tempat berhenti sejenak. Sehingga maknanya, kita dalam menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang lapang dan riang gembira, jiwa yang tenang serta pikiran yang jernih.

Marhaban juga memiliki makna lain sebagai tempat berhenti sejenak bagi para musafir, petualangan, pengelana untuk mengambil bekal dan juga untuk kendaraannya.

Allah menganugerahkan seluruhnya 12 bulan, yang 1 bulan untuk kita ambil bekal, yakni bulan Ramadhan. Pada bulan ini kita dididik oleh sebuah kurikulum yang sangat luar biasa. Tidak hanya itu, pengajaran yang terdapat pada bulan Ramadhan juga membuat kita menjadi manusia yang utuh di satu sisi, dan menjadi hamba-Nya di sisi lain, serta kita dapat menjalankan sebagai tugas khalifatullah.

Pada bulan Ramadha ini kita diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana umat sebelum kita. Namun hal yang membedakan puasa kita dengan orang terdahulu adalah dianjurkannya sahur, tarawih, tadarus al-Qur'an, dan shalat malam pada kemuliaan Lailatul Qadar.

Dalam bahasa kita, puasa terambil dari bahasa sansekerta upawasa. Upa yang berarti mendekat dan Wasa memiliki arti Tuhan. Sehingga upawasa dapat diartikan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kita kepada Tuhan.

Mari kita amati jika di luar Ramadhan, kehidupan kita identik dengan makan-makan, berbelanja, memuaskan nafsu dan tidak menahan diri. Namun di dalam bulan Ramadhan ini puasa dicirikan dengan imsak atau menahan diri. Yang lazimnya kita melaju dengan kehidupan yang diindahkan harta, tahta dan wanita, akan tetapi dengan memasuki bulan Ramadhan hidup ini melaju melambat dalam menikmati hinggar bingarnya dunia  dan lebih fokus kepada mendekatkan diri kepada Tuhan.

Kita belajar bagaimana menjadi manusia yang fitrah, yang sungguh-sungguh suci sebagimana seperti hari saat kita dilahirkan oleh ibu kita.

Oleh karenanya patut kita refleksikan dan renungi bersama jangan sampai kekurangan bulan puasa sebelumnya terulang kembali di bulan mulia ini. Sudah seharusnya kita tingkatkan lagi Ramadhan ini jauh lebih baik dari Ramadhan sebelumnya. Ramadhan ini bisa kita ilustrasikan sebagai perjuangan mendayagunakan segala kemampuan jasmani, daya qalbu, dan rohani untuk bisa sampai dihadapan-Nya. Mengerahkan kemampuan intelektual dan spiritual serta mengubah mindset dari mengikuti hawa nafsu kepada menahan hawa nafsu.

*Penulis merupakan mahasiswi jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI IC Demak