Artikel
Teori Argumentum E-Silentio dan Common Link Buah Pikiran Joseph Schacht
Teori Argumentum E-Silentio dan Common Link Buah Pikiran Joseph Schacht
- 2023-03-13 21:25:20
- Administrator
- Artikel
Oleh: Diki Ramadhan
Kabid Keilmuan PP FKMTHI, Kabid Hikmah PK IMM Mahardika
Kaum orientalis tampaknya begitu fanatik terhadap pengkajian ilmu keislaman dari Al-Quran dan hadis, sudah banyak nama yang terkenal dari kalangan barat ini, salah satunya adalah Joseph Schacht. Pada tulisan kali ini akan sedikit membedah teori argumentum e-silentio dan common link serta biografi dari Joseph.
Selayang Pandang Joseph Schacht
Prof. Dr. Joseph Schacht lahir di Silisie, Jerman pada 15 Maret 1902. Karirnya sebagai orientalis dimulai dengan belajar filologi klasik, teologi, dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Berslauw dan Universitas Leipzig. Ia meraih gelar Doktor dari Universitas Berslauw pada tahun 1923, ketika ia berusia 21 tahun.
Pada tahun 1925 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Fribourg, dan pada tahun 1929 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar. Pada tahun 1932 ia pindah ke Universitas Kingsbourg, dan dua tahun kemudian ia meninggalkan negerinya Jerman untuk mengajar tata bahasa Arab dan bahasa Suryani di Universitas Fuad Awal (kini Universitas Cairo) di Cairo Mesir. Ia tinggal di Cairo sampai tahun 1939 sebagai Guru Besar.
Ketika perang dunia II meletus, Schacht meninggalkan Cairo dan pindah ke Inggris untuk kemudian bekerja di Rasio BBC London. Meskipun ia seorang Jerman, namun dalam perang dunia II ia berada di pihak Inggris. Dan ketika perang selesai, ia tidak pulang ke Jerman, melainkan tetap tinggal di Inggris, dan menikah dengan wanita Inggris.
Bahkan pada tahun 1947 ia menjadi warga negara Inggris. Meskipun ia bekerja untuk kepentingan negara Inggris dan mengkhianati tanah airnya sendiri, namun pemerintah Inggris tidak memberikan imbalan apa-apa kepadanya. Sebagai seorang ilmuwan yang menyandang gelar Profesor-Doktor, di Inggris ia justru belajar lagi di tingkat Pasca Sarjana Universitas Oxford, sampai ia meraih gelar Magister (1948) dan Doktor (1952) dari universitas tersebut.
Pada tahun 1954 ia meninggalkan Inggris dan mengajar di Universitas Laiden Belanda sebagai Guru Besar sampai tahun 1959. Di sini ia ikut menjadi supervisor atas cetakan kedua buku Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah. Kemudian pada musim panas tahun 1959 ia pindah ke Universitas Colombia New York, dan mengajar di sana sebagai Guru Besar, sampai ia meninggal dunia pada tahun 1969.
Buah Karya Joseph Schacht
Meskipun ia seorang pakar hukum Islam, namun karya-karya tulisnya tidak terbatas pada bidang tersebut. Secara umum, ada beberapa disiplin ilmu yang ia tulis. Antara lain, kajian tentang Manuskrip Arab, Edit-Kritikal atas Manuskrip-manuskrip Fikih Islam. Kajian tentang Ilmu Kalam, kajian tentang Fikih Islam, kajian tentang Sejarah Sains dan Filsafat, dan lain-lainnya, seperti Al Khoshaf al Kitab al Hiyal wa al Makharij (1932), Abu Hatim al Qazwini: Kitab al Khiyal fi al Fiqih (1924), Ath Thabari: Ikhtilaf al Fuqaha (1933) dan lain-lain.
Karya tulisnya yang paling monumental dan melambungkan namanya adalah bukunya The Origins of Muhammadan Jurisprudence yang terbit pada tahun 1950, kemudian bukunya An Introduction to Islamic Law yang terbit pada tahun 1960.4 Dalam dua karyanya inilah ia menyajikan hasil penelitiannya tentang Hadis Nabawi, di mana ia berkesimpulan bahwa Hadis Nabawi, terutama yang berkaitan dengan hukum Islam, adalah buatan para ulama abad kedua dan ketiga hijrah.
Teori Argumentum E-Silentio
Pada teori ini Joseph berasumsi bahwa bila seseroang perawi pada waktu tertentu tidak cermat terhadap adanya sebuah hadis dan gagal menyebutkannya atau jika satu hadis oleh ulama atau perawi yang datang kemudian yang mana para perawi sebelumnya menggunakan hadis tersebut, maka berarti hadis tersebut tidak pernah ada. Jika satu hadis ditemukan pertama kali tanpa sanad yang komplit dan kemudian ditulis dengan isnad yang komplit, maka isnad itu juga dipalsukan. Dengan kata lain untuk membuktikan hadis itu eksis/ tidak, cukup dengan menunjukkan bahwa hadis tersebut tidak pernah dipergunakan sebagai dalil dalam diskusi para fuqaha. Sebab seandainya hadis itu pernah ada pasti hal itu akan dijadikan sebagai refrensi.
Respons para peneliti hadis terhadap teori Argumentum E-Silentio, ada beberapa yang menerima dan menolak. Beberapa yang menerima teori ini di antaranya adalah G.H.A. Juynboll dan Norman Calder. Sedangkan yang menolak yaitu Azami dan Harald Motzki. Motzki membantah teori ini dengan mengatakan bahwa para ulama pada awal Islam tidak selalu wajib mengutip semua hadis yang mereka ketahui untuk ditulis maupun dijadikan bahan diskusi. Menurutnya, Schacht menggunakan bukti yang meragukan dan tidak kuat dalam prosedure e-silentio ini, sebab tidak adanya bukti dalam pengetahuan dan penelitiannya tidak menunjukkan hal tersebut benar-benar tidak ada, tetapi bisa jadi belum diketahui keberadaannya.
Teori Common Link
Kemudian teori common link ini Joseph beranggapan bahwa orang yang paling bertanggung jawab atas kemunculan sebuah hadis adalah periwayat poros (common link) yang terdapat di tengah bundel sanad-nya. Common link itulah yang menurut Juynboll merupakan pemalsu dari hadis yang dibawanya. Argumennya satu: Jika memang sebuah hadis itu telah ada semenjak Rasulullah Saw, mengapa ia hanya diriwayatkan secara tunggal di era Shahabat atau Tabi’in, lalu baru menyebar setelah Common Link? Juynboll menganggap fenomena ini muncul karena common link itulah yang pertama kali memproduksi dan mempublikasikan hadis tersebut dengan menambahkan sebuah jalur sanad ke belakang sampai Rasulullah Saw.
Motzki berbeda pendapat dengannya, Motzki menyatakan bahwa common link adalah seorang kolektor hadis sistematis pertama yang meriwayatkan kepada muridnya secara umum atau seorang guru profesional yang memiliki pengetahuan tentang orang-orang yang hidup pada abad pertama. Metode yang dijalankan oleh Juynboll ini mempengaruhi beberapa sarjana barat seperti Michel Cook, Herbert Berg dalam penelitian sanad, Motzki dan Scholer terpengaruh dalam penelitian matan, walaupun Motzki berbeda dan meragukan kesimpulan Juynboll.
Wallahu’alam