Choose Your Color

Informasi

Berita

Aktualisasi Peran Santri di Era Gempuran Teknologi

Aktualisasi Peran Santri di Era Gempuran Teknologi

  • 2023-10-22 01:41:46
  • Administrator
  • Berita

Oleh: Muhammad Ebin Rajab Sihombing (Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Santri dalam sejarah Indonesia bahkan dunia memiliki peran yang luar biasa dalam kemajuan peradaban manusia. Melihat data yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag), jumlah santri yang sedang menempuh pendidikan di Pesantren pada tahun 2023 sekitar 5 juta jiwa.

Jumlah yang tidak sedikit itu, tentu memiliki potensi dan tantangan besar dalam menghadapi bonus demografi 2030 dan Indonesia emas di 2045. Namun yang menjadi permasalahannya, sudah sejauh mana persiapan santri menyambutnya dan apa langkah kongkret menghadapinya?.

Pesantren sebagai lembaga yang menjadi wadah santri berproses tentu memiliki tantangan tersendiri untuk menjawab hal itu. Terlebih di zaman gempuran kemajuan teknologi dengan persaingan yang kompetitif. Oleh karena itu, pesantren harus berani membuka diri dengan kemajuan teknologi dan mampu berproses. Selain itu mereka juga harus mampu beradaptasi sesuai dengan kebutuhan global juga  mengelaborasinya dengan ilmu keislaman sebagimana yang pernah dilakukan KH. Wahid Hasyim (Nurfadilah et al., 2020).

Namun dalam proses adaptasi ini, tidak berarti menjadikan pesantren meninggalkan tradisi lama dan nilai-nilai yang masih dianggap baik.  Akan tetapi yang dilakukan adalah melakukan upaya penyesuaian sistem pendidikan dengan perkembangan zaman.

Selain itu, santri sebagai peserta didik di lembaga pendidikan harus ikut berpartisipasi dalam perubahan ekstrem ini, bukan malah menjauhkan diri apalagi menutup mata dari kemajuan teknologi. Di sinilah nilai-nilai Islam yang diajarkan harus mampu menjawab setiap perubahan dan kemajuan zaman.

Oleh karena itu, kemampuan santri dalam beradaptasi dan berinovasi akan menentukan eksistensinya di masyarakat, diterima atau jaya karena kontribusi atau malah akan punah karena tidak berpartisipasi.

Melihat fenomena ini, di sinilah peran ganda santri harus dimaksimalkan. Peran ganda yang dimaksud adalah sebagai objek dan subjek. Ketika seorang santri menjadi objek, maka ia harus memaksimalkan diri menerima ilmu agama sebagai landasan dalam berpikir dan melangkah.

Selanjutnya, ketika santri masuk ke wilayah subjek, maka seorang santri setidaknya harus mempunyai empat keterampilan. Pertama,  harus memiliki pola pikir kritis. Dengan memiliki pola pikir yang kritis, seorang santri bisa memahami fenomena-fenomena, baik yang terdahulu ataupun kekinian, baik fenomena offline maupun online sehingga mampu melahirkan solusi yang efektif.

Kedua, mempunyai kreativitas yang tinggi dan visioner. Kemajuan teknologi sebagaimana dijelaskan di atas, santri dapat berpartisipasi dari hal-hal kecil seperti menghiasi media online dengan konten-konten positif dalam balutan moderasi. Pada tahap lanjutan, santri diharapkan tidak hanya sebagai pengkonsumsi teknologi tetapi juga mampu melahirkan terobosan-terobosan baru yang bermanfaat untuk masyarakat. Hal ini tentu dapat membuat santri di kancah global lebih kompetitif. 

Ketiga, mampu berkolaborasi. Di zaman sekarang, era digital, sudah bukan saatnya saling menjatuhkan tetapi saling melengkapi dengan berkolaborasi, sehingga santri dapat saling bertukar pikiran, saling bahu membahu, tentu kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan jiwa jam’iyah dan kebersamaan yang bermanfaat untuk setiap individu maupun kelompok di masa sekarang maupun mendatang.

Keempat, kemampuan berkomunikasi. Tidak bisa dipungkiri lagi, komunikasi sangat menentukan keberhasilan menyampaikan ide gagasan. Bahkan tidak jarang kesalahpahaman, keributan terjadi akibat adanya miskomunikasi. Oleh karena itu, seorang santri yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik (lisan dan tulisan) akan membuat gagasannya mudah diterima. 

Bahkan di ranah yang lebih luas, kemampuan komunikasi dengan bahasa asing seperti bahasa Arab dan Inggris akan sangat membantu, sehingga audiens tidak hanya dalam negeri tetapi juga mancanegara. 

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa santri memiliki peran yang strategis, di satu sisi dia dituntut optimal dalam menuntul ilmu, di sisi lain juga sebagai agen dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan, tidak hanya keagamaan tetapi juga kehidupan sosial, yang hakikatnya terus berkembang.

Oleh karena itu, ini menegaskan kembali, kreativitas lembaga pendidikan pesantren dalam memberikan pengajaran dan keterampilan terlebih dibidang teknologi  sangat dibutuhkan demi terwujudnya santri yang melek akan teknologi dan mampu bersaing secara global.

Kendati demikian, pendidikan karakter jangan sampai dilupakan, karena dalam perjalanannya pesantren telah banyak meyumbang saham pembentukan manusia relegius di Indonesia (Silfiyasari & Zhafi, 2020). Sehingga ketika sudah memasuki bonus demografi, santri dapat tampil terdepan dan menjadi bagian nyata di Indonesia Emas 2045, yang tidak hanya melek terhadap teknologi tetapi juga religius.

Dengan demikian, menjadi santri merupakan amanah besar yang memiliki tanggung jawab yang luar biasa. Oleh karena itu kemampuan santri dalam beradaptasi, mengarungi setiap perubahan dan perkembangan zaman, serta istiqamah berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan adalah pengabdian terhadap bangsa Indonesia yang tidak bisa dibeli dengan apapun.[]